The Santa's Card
Mungkin kau mau memintanya lewat santa yang ini?
Penulis: Admin Yomi
Aku menggigit bibir bingung. Membolak balik halaman sebuah majalah untuk kesekian kalinya tapi tak juga bisa memutuskan. "Tidakkah aku bisa punya keduanya bu?" Aku kembali melirik penuh harap, namun ibu hanya merapikan bajunya tanpa jawaban.
'Itu artinya tidak.'
Aku mendesah berat. Sebuah jaket modis dengan merek kesukaanku, atau satu paket aksesoris spesial yang dijual terbatas. Kalau kau perempuan kau akan tau betapa beratnya memutuskan membeli salah satunya. Tahun lalu aku menyesal karena tidak dapat membuat pilihan yang tepat karena terburu-buru, aku tidak mau menyesal lagi. Tapi ibu tak juga mau membelikan hadiah lebih sekalipun total harga barang yang kuminta lebih murah dari hadiah yang kakakku minta.
"Kalau kau bersikeras, jadilah anak baik tahun depan. Mungkin santa akan memberimu hadiah tambahan." Ibu tersenyum kecil. Kakakku ikut tertawa pelan sembari menyusul ibu menghilang dipintu depan. Membiarkan aku memanyunkan bibirku sebal.
Kuputuskan keluar rumah dan mencari udara segar. Namun seharusnya aku tidak lupa bahwa aku tinggal di lingkungan sepi. Jarang ada anak bermain ditengah hari. Aku berjalan menuju jalan besar yang tak jauh dari sini, sebelum akhirnya berpapasan dengan orang yang paling sedang tidak ingin kutemui.
"Al! Apa kau sudah memutuskan kado natalmu? Kau mau apa dari santa?" Seorang gadis dengan rambut coklat kemerahan menyapaku. Kulihat tatapan bersahabat dibalik helaian rambutnya yang terus menerus jatuh menutupi sebagian wajahnya. Aku menyunggingkan senyum dingin. Mataku melihat sebuah kartu merah-hijau ditangannya. Nampak akan dimaksudkan dalam amplop berwarna senada.
'Aneh seperti biasanya.'
Aku dan Kate, si gadis berambut coklat dan kusut ini, dulunya adalah teman sepermainan sekaligus tetangga. Entah sejak kapan anak itu mulai dijauhi oleh teman-teman seumurannya. Ia tak punya teman jadi ia selalu sendirian. Ia suka bergumam sendirian, lalu kadang bertingkah sok akrab. Dan sekarang gadis 14 tahun ini berbicara soal santa. Sebetulnya apa yang kupikirkan sampai pernah akrab dengannya.
"Mau?" Ia menyodorkan sebuah kartu merah-hijau. "Akan kuberi tau sebuah rahasia." Ia kembali mengukir senyum. Kalau sudah begini biasanya akan makan waktu lama. "Aku setiap tahun diberi hadiah oleh santa! Santa sunghuhan lho!"
Aku mengambil satu langkah mundur. Gadis itu mulai menjadi riang. Jika kuladeni lebih lama ia akan mengekoriku lagi beberapa hari kedepan. Aku semakin tidak sabat untuk pergi namun aku tau berlari tiba-tiba tidak akan ada gunanya melihat ia sudah mulai keras kepala. Ia berceloteh lagi. Soal hadiah dari santa, kartu yang ia pegang adalah kartu yang akan langsung memohon pada santa, lalu bla...bla...bla.
"Ambillah satu! Kau bisa minta apapun. Dan lalu, maukah jadi temanku lagi?" Ia LAGI, tersenyum. Sembari menyodorkan kartu dan amplop merah-hijau. Kusambar kartu itu dan menulis empat kata besar-besar memenuhi kartu itu.
"Ini! Berhenti menggangguku. Kuingatkan! Kita TIDAK AKAN PERNAH jadi teman di dunia ini!!" Kulempar kartu kewajahnya yang berubah pias. Aku semakin jengkel jadi kuputuskan kembali kerumah dengan tergesa.
'AKU INGIN KAU MATI'
Aku tidak peduli seberapa kasar kata yang kutulis itu. Lagipula memang akan lebih baik jika ia tidak ada. Tidak akan ada ruginya.
Aku tak pernah melihat Kate sejak hari itu. Aku sibuk menghias rumah hingga malam natal tiba. Ibu dan ayah kembali dari rumah sakit sore harinya dan mengadakan makan malam keluarga. Kami pulang tengah malam. Aku melihat sebuah ambulan berpacu kencang dari area pemukiman tempatku tinggal. Aku baru tau apa yang terjadi setelahnya.
Kate, gadis itu tewas. Tepat tengah malam tadi. Satpam menemukannya sudah bersimbah darah depan rumahnya. Tak ada yang tau kenapa, namun karenanya ibu dan ayah mendapat panggilan kembali. Mereka memang bekerja untuk mengautopsi mayat dirumah sakit. Namun yang lebih parah adalah kakakku itu kabur kerumah temannya. Meninggalkanku sendirian dirumah.
Rumahku begitu terang dengan berbagai lampu hias. Kuputuskan menggelar kasur didekat perapian ruang keluarga. Ditemani lampu dari pohon natal.
Aku berusaha tidur. Namun detak jam mempertegas kesunyian dalam rumah. Aku mulai merasakan rasa bersalah. 'Rasa bersalah?' . Aku menggeleng kuat-kuat. Ini bukam salahku. Ini cuma kebetulan.
TIDAK MUNGKIN SANTA ITU ADA.
Kate tidak mungkin mati karena kartu konyol itu kan?
Aku semakin merapat kedekat perapian sebelum kulihat sebuah kado bersembunyi dibawah pohon natal.
'Ibu dan ayah kan belum sempat masuk kerumah. Kapan mereka menaruhnya?'
Aku sadar bahwa kotaknya sangat kecil jadi itu tak mungkin hadiah yang kumau. Aku menelan ludah susah payah. Telingaku semakin tajam. Mendengar suara nafas dan gesekan turun. Menuruni perapian dibelakang punggungku. Aku terkesiap dan melonjak bangun. Aku bergegas mengambil pematik api. Siapapun itu, dia tidak akan turun bila perapiannya menyala. Namun sebelum aku mengambil pematik apinya kakiku tersandung disaat yang tidak tepat.
Suara itu semakin jelas. Aku mulai panik. Aku melipat diri dibelakang pohon natalku. 'Orang' itu keluar dari perapian. Ia menengok kesana kemari kemudian berjinjit menaiki tangga. Aku menahan nafas sebisa mungkin. Berkali-kali memohon untuk bisa lari. Suara itupun perlahan menghilang dilantai atas.
Aku sempat terkesiap ketika tanganku menyentuh sebuah kotak kecil yang ternyata ada didekatku. Aku membuka kotak itu dan melihat sebuah kalung silver berkilauan didalamnya. Sesaat aku melupakan ketakutan tadi. Kuangkat kalung itu.
'Cantik....' bersamaan dengan terpukaunya aku dengan hadiah itu, sebuah kartu jatuh dari dalam kotak. Kartu merah-hijau.
'Jika tidak didunia ini. Kuharap kita bisa jadibteman di dunia lain.'
Aku tak pernah memikirkannya. Tentang aturan anak baik akan selalu mendapat hadiahnya. Aku tak tau apa aku jadi anak yang baik tahun ini. Tapi aku tau bahwa Kate pasti telah jadi anak yang baik. Sebab kotak itu mengeluarkan musik natal setelahnya. Mengundang suara langkah menuruni tangga terburu-buru.
Dalam karung itu isinya adalah gergaji. Itu bukan hadiahku. Tapi sosok itu jelas tersenyum hangat. Mengambil hadiah untuk anak baik tahun ini, nyawaku. Bersamaan dengan ketidaksiapanku yang perlahan merenggang nyawa, senyuman itu berubah dingin dan keji.
[END]
Entah ia peruwujudan dari harapan anak-anak. Atau sebetulnya ia hanyalah sosok jahat tanpa rupa yang jelas? Santa memutuskan kau telah jadi anak yang baik atau tidak tahun ini.
Beri tau aku apa hadiah natalmu taun ini ya?
Comments
Post a Comment